Mengenal Lembaga Praperadilan

0
(0)

“Praperadilan adalah lembaga yang memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu upaya paksa. Dalam artikel ini, kami akan menjelaskan asal-usul Praperadilan dan perbedaan dengan Habeas Corpus serta perannya dalam sistem hukum acara pidana di Indonesia”

Berdasarkan UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, dijelaskan bahwa Praperadilan adalah lembaga yang melaksanakan wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan., memeriksa dan memutus menurut sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, memeriksa dan memutus menurut permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Wewenang ini kemudian ditambahkan oleh Mahkamah Konstitusi termasuk memeriksa dan memutus sah – tidaknya penetapan tersangka.

Dapatkan Kabar Terbaru dari Kami melalui Whatsapp Channel Chayra.ID. Jadi, jangan ragu lagi! Temukan solusi terbaik untuk kebutuhan bisnis Anda

Lembaga Praperadilan lahir dari usaha untuk mengintegrasikan prinsip habeas corpus dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Walaupun lembaga Praperadilan merupakan adaptasi dari habeas corpus, namun kewenangan yang dimilikinya tidak seluas dan tidak seketat konsep asli dari Habeas Corpus.

Awal Mula Habeas Corpus

Habeas corpus adalah istilah dalam bahasa Latin yang berarti “memiliki tubuh” atau “memiliki kendali atas diri seseorang”. Istilah ini pertama kali muncul pada tahun 1215 melalui Magna Carta, yang ditandatangani oleh Raja John. Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa “tidak seorang pun boleh ditangkap atau dipenjarakan tanpa putusan yang sah dari pengadilan dan menurut hukum negara.”

Walaupun habeas corpus pertama kali muncul sebagai alat untuk menentang doktrin mengenai kewenangan raja untuk memenjarakan orang, namun seiring perkembangannya, habeas corpus juga menjadi bagian dari kewenangan raja untuk meminta pertanggungjawaban dari otoritas lain yang memenjarakan rakyatnya.

Saat ini, habeas corpus menjadi dasar penting untuk melindungi kebebasan individu dari tindakan negara yang sewenang-wenang dan tanpa dasar hukum. Habeas corpus digunakan untuk membawa tahanan ke pengadilan untuk menentukan apakah penahanan tersebut sah menurut hukum.

Munculnya Gagasan Praperadilan

Konsep Praperadilan muncul dalam sejarah sebagai pengganti dari konsep Hakim Komisaris yang diperkenalkan dalam Rancangan KUHAP tahun 1974. Ide tentang lembaga Praperadilan ini muncul saat pembahasan Rancangan KUHAP di DPR, dan dalam pertemuan antara Menteri Kehakiman Mudjono dengan Komite Pembela Pancasila dalam KUHAP dan Peradin. Konsep ini disetujui dalam sebuah dokumen yang dikenal sebagai “13 Kesepakatan”, yang salah satu pokok pikirannya adalah mengenai pengawasan proses pidana.

“….Pengawasan atas jalannya proses pidana agar dapat berjalan dengan sebaik-baiknya dilaksanakan dengan cara mengintensifkan (a) “built in control” (suatu pengawasan secara struktural-prosedur dari tiap tingkatan pelaksanaan proses pidana yang dinamakan pengawasan vertikal; (b) pengawasan horizontal (suatu pengawasan antar tiap tingkat pelaksana dalam proses pidana. Bila (a) dan (b) di anggap kurang cukup…..maka sebelum perkaranya diajukan ke sidang pengadilan…………..dapat diadakan suatu institusi baru semacam “habeas corpus” atau pre trial.”

Pada intinya, lembaga Praperadilan merupakan sebuah institusi yang diciptakan selama proses pembahasan Rancangan KUHAP antara DPR dan Pemerintah, dengan mempertimbangkan masukan yang diterima dari masyarakat secara terbatas.

Kelembagaan dan Wewenang Lembaga Praperadilan

Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang panitera.

Praperadilan memiliki wewenang untuk memeriksa dan memutus:

  • Sah/tidaknya penetapan tersangka
  • Sah/tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan (kecuali terhadap penyampingan perkara untuk kepentingan umum oleh Jaksa Agung) (Pasal 77);
  • Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77).
  • Sah atau tidaknya benda yang disita sebagai alat bukti (Pasal 82 ayat (1) ayat (3)).
  • Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau karena kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke PN (Pasal 95 ayat (2)).
  • Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke PN (Pasal 97 ayat (3)).

Sementara tindakan lain yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 95 KUHAP adalah tindakan upaya hukum (dwangmiddel) seperti: (a) Pemasukan rumah; (b) Penggeledahan; dan (c) Penyitaan barang bukti, surat-surat yang dilakukan secara melawan hukum dan menimbulkan kerugian materiil. Hal-hal tersebut dimasukkan dalam Pasal 95, karena dipandang perlu bahwa hak terhadap harta benda dan hak atas privasi perlu dilindungi terhadap tindakan – tindakan yang melawan hukum

Lembaga Praperadilan dan Advokat

Salah satu kelemahan Praperadilan utamanya bagi Tersangka yang ditahan adalah orang tersebut harus menunjuk seorang atau lebih kuasa hukum untuk mempersoalkan perintah penahanan yang dikenakan terhadap dirinya.

Advokat memiliki peran penting dalam mengajukan permohonan Praperadilan. Beberapa peran advokat dalam mengajukan permohonan Praperadilan diantaranya adalah:

  1. Mengajukan permohonan: Advokat dapat mengajukan permohonan Praperadilan atas nama kliennya yang ditahan oleh aparat penegak hukum.
  2. Mempersiapkan berkas: Advokat harus mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan dalam mengajukan permohonan Praperadilan, seperti surat permohonan, bukti-bukti yang mendukung permohonan, dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan.
  3. Menjelaskan kasus: Advokat harus mampu menjelaskan kasus yang diajukan kepada hakim Praperadilan, menyertakan bukti-bukti yang mendukung permohonan, dan meyakinkan hakim bahwa kliennya memiliki hak untuk dibebaskan dari penahanan.
  4. Mendampingi klien: Advokat harus hadir dalam persidangan Praperadilan dan mendampingi kliennya dalam setiap tahap persidangan.
  5. Menyampaikan argumen hukum: Advokat harus mampu menyampaikan argumen hukum yang kuat dan meyakinkan dalam membela kliennya dan mengajukan permohonan Praperadilan.
  6. Membuat kesimpulan: Advokat harus mampu membuat kesimpulan yang menunjukkan bahwa kliennya telah ditahan tanpa dasar hukum yang sah dan harus segera dibebaskan dari tahanan

Apakah kabar ini berguna?

Anda yang tentukan bintangnya!

Tingkat Kepuasan 0 / 5. Jumlah pemberi bintang: 0

Belum ada yang kasih bintang! Jadi yang pertama memberi bintang.

Karena kabar ini berguna untuk anda...

Kirimkan ke media sosial anda!

Pandu langkahmu menuju kesuksesan sebagai seorang advokat dengan mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan oleh Chayra Institute, bekerjasama dengan DPN PERADI dan PMIH Universitas Pancasila.

Dalam program PKPA, kamu akan dibimbing oleh tenaga pengajar yang berpengalaman dan ahli di bidang hukum. Kurikulum yang disusun secara komprehensif akan memberikan pemahaman mendalam tentang aspek-aspek penting dalam praktik Hukum. Dapatkan pengalaman belajar yang berkualitas dan relevan dengan tuntutan profesi advokat saat ini.

Ikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan oleh Chayra Institute sekarang juga!

Berlangganan via Whatsapp

Share:

More Posts

Berlangganan via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Send Us A Message

Eksplorasi konten lain dari Chayra.ID

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca