Kisah Seorang Advokat: Pertarungan Hukum dan Kepentingan Keadilan

5
(1)

“Dalam labirin hukum yang kompleks, seorang advokat dituduh menghalangi penyidikan kasus korupsi. Kisah ini menggali batasan antara pembelaan hukum dan penghalangan keadilan, menyoroti tantangan dan konsekuensi serius yang dihadapi oleh advokat dalam melindungi kliennya.”

Dalam labirin hukum yang kompleks dan berliku, muncul kasus yang melibatkan seorang advokat yang dituduh menghalangi penyidikan kasus korupsi. Kasus ini menyoroti garis tipis antara jasa hukum dan penghalangan keadilan. Advokat tersebut yang berusaha membantu kliennya, terperangkap dalam tuduhan serius yang hampir menghancurkan kariernya dan integritas profesionalnya.

Awal Mula Kasus: Saran yang Berujung Dakwaan

Pada Desember 2016, ketika kliennya menghadapi tekanan hukum yang intens dan meminta saran dari Advokatnya, keputusan untuk tidak kembali ke Indonesia tampaknya merupakan saran logis bagi seorang advokat yang berusaha melindungi kliennya. Namun, tindakan sang Advokat yang mengatur penerbangan dengan menggunakan dokumen perjalanan palsu untuk kliennya telah menarik perhatian KPK.

Pengadilan dan Perjuangan Hukum

Diadili dengan tuduhan serius merintangi penyidikan, Advokat tersebut menghadapi kemungkinan hukuman penjara selama 12 tahun. Pengadilan Tingkat Pertama di Jakarta memutuskan bahwa tindakan Sang Advokat memenuhi unsur perbuatan melawan hukum. Namun, proses hukum berlarut-larut melalui berbagai tahapan banding dan kasasi, dengan setiap pengadilan mempertimbangkan ulang bukti dan argumentasi yang disajikan yang akhirnnya mengurangi hukuman yang diterima oleh Advokat tersebut.

Putusan Peninjauan Kembali dan Akhir dari Perjuangan

Advokat tersebut berupaya memperjuangkan keadilan. Ia mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Meski diwarnai dissenting opinion oleh salah satu Hakim Agung, Mahkamah Agung mengakui bahwa saran sang Advokat kepada kliennya, meskipun kontroversial, tidak dapat dianggap sebagai penghalangan nyata terhadap proses hukum. Lebih lanjut, fakta bahwa kliennya akhirnya menyerahkan diri dan menghadapi hukum menegaskan bahwa proses penyidikan tidak terganggu secara substansial.

Pada akhirnya, Mahkamah Agung mengambil atasan luar biasa untuk memperbaiki putusan sebelumnya, dengan membebaskan sang Advokat dari segala tuntutan hukum. Keputusan ini didasarkan pada argumentasi bahwa tindakan si Advokat adalah bagian dari upaya pembelaan yang sah dan tidak melanggar atasan hukum, meluruskan kesalahpahaman sebelumnya tentang batas-batas pembelaan hukum.

Kaidah Hukum dari Putusan PK Mahkamah Agung No 78 PK/Pid.Sus/2021

Bahwa pertimbangan hukum putusan Judex Facti dan Judex Juris yang menyatakan bahwa atas inisiatif Pemohon/Terpidana yang “Menyarankan” kliennya Terdakwa dalam perkara lain terkait perkara dalam kasus penyuapan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang pada waktu itu kliennya berada di Bangkok Thailand, kemudian Pemohon/Terpidana “Menyarankan agar tidak pulang ke Indonesia”, “Nanti Pemohon/Terpidana yang membantu dalam menghadapi masalah hukum “, adalah suatu pertimbangan putusan yang tidak dapat dibenarkan menurut hukum karena perbuatan “Menyarankan” oleh Pemohon/Terpidana a quo tidak dilaksanakan kliennya sendiri karena itu perbuatan menyarankan tidak menimbulkan perbuatan nyata baik dalam arti formil maupun dalam arti materil, melainkan hanya bersifat saran atau konsep/pendapat yang tidak serta-merta dapat dipersalahkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan secara tanggungjawab pidana, dalam asas hukum pidana yang sifatnya asasi seseorang tidak dapat dihukum/dipidana atas apa yang ia pikirkan/sarankan, karena bukan atau tidak merupakan perbuatan nyata yang bersifat merintangi dan berakibat gagalnya suatu proses hukum penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Bahwa sesuai fakta hukum di persidangan tersebut ternyata kliennya akan menyerahkan diri dan pada kenyataannya telah menyerahkan diri pada Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk proses hukum penyidikan atas dugaan perkara kasus penyuapan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana alat bukti Surat Penangkapan kliennya Nomor Sprin.Kap/05/DIK.01.02/01/09/ 2018 tanggal 4 September 2018 yang apabila dihubungkan dengan keterangan saksi Novel dan bersesuaian dengan bukti surat tersebut bahwa tidak adanya kegiatan penyidikan yang dilakukan pada tanggal 4 Desember 2016, maka secara yuridis tidak terjadi suatu perbuatan menghalangi atau merintangi proses hukum penyidikan;

Bahwa oleh karena itu perbuatan Pemohon/Terpidana sebagaimana dalam dakwaan dan tuntutan Penuntut Umum tidak dapat dikualifikasi sebagai perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan proses hukum penyidikan, bahkan sesuai fakta hukum persidangan ternyata kliennya telah menyerahkan diri dan telah melaksanakan atau menjalani proses hukum penyidikan, penuntutan, sampai pada pemeriksaan persidangan hingga putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan pidana penjara kepada Eddy Sindoro, berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Jakarta Pusat karenanya Pemohon tidak merugikan negara atau tidak berakibat gagalnya proses hukum

Bahwa dengan demikian unsur perbuatan menghalang-halangi atau merintangi sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum tidak terpenuhi karena kenyataannya proses hukum penyidikan sampai proses persidangan kliennya telah terlaksana, maka putusan Judex Facti dan Judex Juris yang menjatuhkan hukuman pidana kepada Pemohon/Terpidana adalah putusan yang dengan jelas telah nyata-nyata melakukan kekhilafan atau kekeliruan yang nyata sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 263 Ayat (2) huruf c KUHAP;

Refleksi dan Implikasi Hukum

Sang Advokat, yang sempat menjadi sasaran tuduhan dan pengawasan publik, pada akhirnya menunjukkan bahwa pemahaman hukum yang tepat dan kuat bisa membawa keadilan sejati, bahkan dalam situasi yang tampak tidak mungkin. Kasus ini bukan hanya tentang kebenaran hukum, tetapi juga tentang bagaimana hukum diterapkan dalam praktik nyata, sering kali dengan konsekuensi yang signifikan bagi yang terlibat.

Kasus ini menyoroti pentingnya peran advokat dalam sistem hukum dan batasan-batasan yang ada dalam melaksanakan tugas pembelaan. Ini juga memperjelas pentingnya perlindungan hukum untuk tindakan yang dilakukan dalam batas pembelaan yang sah, serta memastikan bahwa advokat dapat melakukan pekerjaan mereka tanpa takut akan retribusi yang tidak adil.

Pengalaman si Advokat mengajarkan kepada kita semua tentang pentingnya peran advokat dalam sistem peradilan, dan bagaimana keadilan kadang-kadang bergantung pada pertarungan hukum yang panjang dan kompleks. Ini adalah pengingat bahwa dalam hukum, seperti dalam kehidupan, jawaban yang jelas sering kali lebih rumit daripada yang bisa kita pahami pada pandangan pertama.

Kasus ini bukan hanya tentang sang Advokat atau kliennya; ini tentang bagaimana hukum diterapkan dan bagaimana keadilan diinterpretasikan dan dijalankan. Keputusan akhir Mahkamah Agung bukan hanya kemenangan bagi Si Advokat tersebut, tetapi juga pengingat bagi semua pelaku hukum tentang pentingnya menjaga integritas dan objektivitas dalam praktek hukum.

Apakah kabar ini berguna?

Anda yang tentukan bintangnya!

Tingkat Kepuasan 5 / 5. Jumlah pemberi bintang: 1

Belum ada yang kasih bintang! Jadi yang pertama memberi bintang.

Karena kabar ini berguna untuk anda...

Kirimkan ke media sosial anda!

Anggara Suwahju
Senior Counsel at Chayra Law Center

Accomplished Legal Professional with a Global Perspective and Expertise in Criminal and Constitutional Litigation

Eksplorasi konten lain dari Chayra.ID

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca